Analisis Fiqh Syāfi’iyah Terhadap Pemakaian Obat Untuk Mempercepat Haid Dalam Masa ‘Iddah
DOI:
https://doi.org/10.54621/jiaf.v10i2.136Keywords:
Fiqh, Syāfi’iyah, Obat, Haid, IddahAbstract
Kemajuan teknologi di bidang medis telah mampu ditangani dengan cara menunda atau memajukan saat haid dengan bantuan obat hormonal. Pada umumnya kaum wanita lebih sering menunda haidnya untuk aktifitas tertentu. Salah satu cara yang dilakukan untuk mengatur siklus haid adalah dengan memakai obat. Identik dengan masalah haid, maka salah satu hal yang tidak biasa dilepaskan dari masalah darah haid adalah masalah ‘iddah. Menurut Analisis Fiqh Syāfi’iyyah mengenai masa ‘iddah seorang wanita yang ditalak cerai suaminya sedang ia masih mengalami haid dan tidak hamil mempunyai masa ‘iddah tiga kali quru'. Namun dengan kemajuan teknologi seseorang dapat meringkas masa ‘iddahnya yang semula tiga kali quru' itu diperkirakan selama tiga bulan menjadi kurang dari tiga bulan. Maka oleh karena itu penulis tertarik untuk membuat penelitian dengan judul “Analisis Fiqh Syāfi’iyah Terhadap Pemakaian Obat Untuk Mempercepat Haid Dalam Masa ‘Iddah”. Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library research). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh pemakaian obat perangsang dan pencegah haid terhadap siklus haid adalah terjadinya gangguan haid pada wanita serta kelainan siklus haid akibat efek kontrasespsi hormonal, yaitu, pil, suntik, susuk dan AKDR, disebabkan adanya ketidak seimbangan hormon di dalam sistem reproduksi wanita. Efek yang ditimbulkan kontrasepsi hormonal terhadap daur haid wanita adalah; Hipermenor (darah haid dalam jumlah banyak), Hipomenore (darah haid dalam jumlah sedikit), polimenor (siklus haid memendek), Oligomenore (siklus haid memenjang), Amnore (tidak sama sekali), Metroragia (pendarahan di luar haid). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa menurut Fiqh Syāfi’iyah pemakaian obat perangsang dan pencegah haid untuk mempercepat masa ‘iddah adalah makruh. Darah yang keluar di luar siklusnya disebabkan oleh obat-obatan menurut pendapat yang kuat di kalangan ulama, darah tersebut tidak dinamakan darah haid. Adapun masa ‘iddah tidak dikatakan berlalu disebabkan haid tersebut.
References
Abdul Mujib, Problematika Wanita, Surabaya: Karya Abditama, 1999.
Baharun, Problematika Haid dan Permasalahan Wanita, Bangil: Yayasan Pondok Pesantren Darullughah Wadda’wah, 2003.
Djamaluddin Miri, Solusi Problematika Actual Hukum Islam, Surabaya: LTN NU Jawa Timur, 2004.
Hanifah Wiknjosastro, Fisiologi Haid, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka, 2005.
Imam al-Haramain, Qurratu al-‘Ain Fī Fatāwī al-Haramain, Beirut: Darul Fikr, 2004.
Lexy j. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Rosda Karya, 2005.
Muhammad Ardani Ahmad, Risalah Haid Nifas dan Istihadhah, Blitar: Alfalah, 2004.
Muhammad bin Shalih al-Utsaimini, Fiqih Haid dan Nifas, Malang: Cahaya Tauhid Press.
Muhammad, Darah Kebiasaan Wanita, Jakarta: Darul Haq, 2002.
Muhammad, Darah Kebiasaan Wanita, Jakarta: Darul Haq, 2002.
Muslim Ibn Hujjaj Abū Husaini al-Qusyairī al-Naisaburī, Shahīh Muslim, Juz II, Beirut: Darul Fikr, 2004.
Saifuddin Anwar, Metode penelitian, cet. Ix, Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2009.
Suhartatik, Estrogen, Anti Estrogen, Prgestin dan Kontrasepsi Hormonal, Jakarta: FKUI 1995.
Zakariyya al-Anshārīy, Fathu al-Wahāb Syarh Minhāj al-Thullāb, Jld IV, Beirut: Darul Fikr, 2002.
Published
Versions
- 2021-12-30 (2)
- 2021-12-30 (1)
How to Cite
Issue
Section
Copyright (c) 2021 Al-Fikrah
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.