Eksistensi Testimonium De Auditu Sebagai Alat Bukti Pada Proses Penyelesaian Perkara Menurut Pandangan Hukum Acara Perdata Dan Fiqh Al-Syāfi’iyyah
DOI:
https://doi.org/10.54621/jiam.v4i1.392Keywords:
Testimonium, Penyelesaian Perkara, Acara PerdataAbstract
Perbedaan pandangan mengenai testimonium de auditu sampai sekarang masih terjadi di kalangan akademik dan kalangan praktisi antara menerima dan menolak testimonium de auditu sebagai alat bukti sehingga berakibat tidak ada standar hukum (law standart) dan tidak mempunyai kesamaan pola tindak, pola pikir atau dalam istilah Peradilan disebut unified legal frame work dan unified legal opinion. Bahkan dalam Fiqh Al-Syāfi’iyyah tidak ditemukan istilah testimonium de auditu tersebut, ini bukan berarti dalam Fiqh Al-Syāfi’iyyah tidak ada bahasan sama sekali, akan tetapi barangkali ada beberapa konsep Fiqh Al-Syāfi’iyyah yang dapat dikaitkan, sehingga timbul suatu persoalan bagaimana eksistensinya dalam sebuah yurisprudensi ketika menyelesaikan suatu perkara? Berangkat dari uraian di atas, maka tulisan ini akan membahas “Eksistensi Testimonium De Auditu Sebagai Alat Bukti Pada Proses Penyelesaian Perkara Menurut Pandangan Hukum Acara Perdata dan Fiqh Al-Syāfi’iyyah”. Testimonium de auditu adalah keterangan yang saksi peroleh dari orang lain, ia tidak mendengarnya atau mengalaminya sendiri, hanya ia dengar dari orang lain tentang kejadian tersebut atau adanya hal-hal tersebut. Fiqh Al-Syāfi’iyyah menyebutnya dengan istilah Khābar Istifādhah yaitu kesaksian atau keterangan karena mendengar dari orang lain, disebut juga kesaksian tidak langsung atau bukan saksi mata yang mengalami. Eksistensi testimonium de auditu sebagai alat bukti pada proses penyelesaian suatu perkara ditinjau menurut Hukum Acara Perdata pada dasarnya masih terjadi perdebatan di kalangan akademisi maupun kalangan praktisi antara kelompok yang menolak dan yang memperbolehkannya, namun untuk mensikapinya adalah tidak serta merta harus menolak sehingga tidak ada nilainya sama sekali, karena dalam keadaan tertentu dapat diterima sebagai alat bukti dengan dengan mempertimbangkan sejauh mana kualitas dan nilai kekuatan pembuktiannya yang melekat pada keterangannya serta dapat dipertimbangkan dari segi kondisionalnya dengan tanpa melepaskan keadaan yang melekat dan mengitarinya, sebagaimana yang terdapat dalam yurisprudensi Mahkamah Agung RI. Adapun tinjauan Fiqh Al-Syāfi’iyyah terhadap keberadaan testimonium de auditu sebagai alat bukti dapat diterima hanya dalam suatu perkara keperdataan saja seperti keturunan, perwaqafan, dan pernikahan. Hal ini berbeda dengan yurisprudensi Hukum Acara Perdata, tanpa mengkhususkan perkara-perkara tertentu saja.
References
Abdul Manaf, Refleksi Beberapa Materi Cara Beracara di Lingkungan Peradilan Agama, Bandung: Mandar Maju, 2008.
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta: Kencana, 2005.
Achmad Ali dan Wiwie Heryani, Asas-asas Hukum Pembuktian Perdata, Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2012.
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.
al- Imām al-Taqiyu al-Dīn Ibn Muhammad al-Husainī, Kifātu al-Akhyār Fi Hilli Ghāyatu al-Ikhtishār, Jld. II, Maktabah Syamilah Ishdar 3. 8 v, 10600, 2009.
Anshoruddin, Hukum Pembuktian menurut Hukum Acara Islam dan Hukum Positif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.
Gemala Dewi, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005.
Husnul Ma’arif, Testimonium De Auditu Sebagai Alat Bukti , (Online), (2014), http:/ asuinbdg.wordpress.com, diakses 19 Desember 2016.
Imām Abī Zakariyyā Yahya Ibn Syaraf al-Nawawī al-Dimasyqī, Raudhatu al-Thālibīn, Jld. III, Maktabah Syamilah Ishdar 3. 8 v, 10600, 2009.
Imam Syamsuddin Muhammad Ibn Abi Abbas Ahmad Ibn Hamzah Ibn Syihabuddin al- Ramli, Nihāyatu al-Muhtāj Ilā Syarh al-Minhāj, Jld 8, Maktabah Syamilah Ishdar 3. 8 v, 10600, 2009.
Lomba Sultan dan Halim Talli, Peradilan Islam dalam Lintasan Syarīah, Makassar: Raja Press, 2001.
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 2010.
M.Fauzan, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Dan Mahkamah Syar’iyah Di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007.
Mahkamah Agung RI, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Agama, Jakarta: 1998.
Muhammad Nawawī bin Umar al-Jawī, Syarh Fath al-Qarīb al-Mujīb ‘Alā Ibni Qāsim, Surabaya: al-Hidayah, tt.
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agam, (Jakarta: Kencana, 2005.
Muntasir Syukri, Menimbang Ulang Saksi De Auditu Sebagai Alat Bukti, (Online), (2012), http:/ Purworejo.com, diakses 19 Desember 2016.
Nasir Farid wasil, Nazariyyah al-Dāwa Wa al-Istbat al-Fiqh al-Islamiyah Mā’a al-Muqāranati Bi al-qununī al-Wadī, Kairo: Dar al-Syuruq, 2002.
Retnowulan Sutantio, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, (Bandung: Mandar Maju, 1999.
Sayyid Abī Bakri Muhammad Syattā, I’ānatu al- Thālibīn, Jld. III, Semarang: Toha Putra, tt.
Subekti dan R.Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita, 1993.
Subhi Mahmasani, Falsafah al-Tasyrīfi al-Islam, Beirut: al-Kasyaf,1999.
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Cet. 7, Yogyakarta: Liberty, 2006.
Syaikh Sulaiman Al-Bujairimī, Hasyiah al-Bujairimī, Maktabah Syamilah Ishdar 3.8 v. 10600, 2009.
Syaikhu al-Islam Zakariyā al-Ansharī, Fath al-Wahhāb, Jld IV, Beirut: Darl al- Fikr, tt), h. 225.
Teguh Samudera, Hukum Pembuktian dalam Acara Perdata, Bandung: Penerbit Alumni, 1992.