Tanggung Jawab Pegawai Negeri Sipil Terhadap Pemberian Nafkah Kepada Bekas Isteri dan Anaknya
(Suatu Kajian di Kabupaten Bireuen)
DOI:
https://doi.org/10.54621/jiam.v10i1.589Keywords:
Pegawai Negeri Sipil, Nafkah Bekas Isteri, AnakAbstract
Pasal 8 PP No. 45 Tahun 1990 tentang Perubahan atas PP No.10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil menyatakan bahwa bila perceraian terjadi atas kehendak PNS pria, maka bagi PNS pria tersebut wajib memberikan sebagian gajinya terhadap bekas isteri dan anak-anaknya, dan pembagian gaji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah sepertiga untuk PNS pria yang bersangkutan, sepertiga untuk bekas isteri, dan sepertiga untuk anak atau anak-anaknya. Namun, pada kenyataannya masih banyak terdapat perkara perceraian dimana PNS pria tidak menjalankan tanggung jawabnya sesuai dengan putusan pengadilan. Penulisan ini bertujuan untuk menjelaskan pelaksanaan tanggung jawab pemberian nafkah oleh PNS terhadap bekas istri dan anaknya, faktor-faktor yang menyebabkan suami PNS tidak memberikan nafkah kepada bekas isteri dan anaknya, dan upaya-upaya yang dapat ditempuh bekas isteri PNS untuk memperoleh haknya terhadap gaji dari bekas suaminya. Untuk memperoleh data skunder dalam penelitian ini dilakukan penelitian kepustakaan dengan menelaah buku-buku bacaan, dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Sedangkan data primer diperoleh dari wawancara yang dilakukan dengan sejumlah responden dan informan yang terkait langsung dengan masalah yang diteliti. Berdasarkan hasil Penelitian, diketahui bahwa pada Mahkamah Syar’iyah Bireuen dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2015 pelaksanaan pemberian nafkah oleh PNS terhadap bekas isteri dan anaknya tidak berjalan sebagaimana mestinya. Bekas suami selaku PNS tidak melaksanakan sepenuhnya isi dari hasil putusan tersebut. Faktor-faktor yang menyebabkan suami PNS tidak memberikan nafkah kepada bekas isteri dan anaknya yaitu faktor ekonomi, faktor orang tua bekas isteri dianggap mampu untuk memberikan biaya nafkah kepada anaknya, faktor moral dan faktor pihak isteri tidak meminta haknya dalam gugatan.
References
Aziz Dahlan, Abdul. 2006. Enskopedia Hukum Islam. PT. Ichtiar Baru Van Hoeve. Jakarta.
Hamid Sarong, A. 2005. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Yayasan Pena. Banda Aceh.
Harun, Harmon. 2002. Himpunan UU Kepegawaian. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Rasjidi, Lili. 1983. Alasan Perceraian Menurut UU. No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.Alumni. Bandung.
Soebekti. 1987. Pokok-Pokok Hukum Perdata. PT. Inter Massa. Jakarta.
Sudarsono. 2009. Hukum Perkawinan Nasional. PT Rineka Cipta. Jakarta.
Syarifuddin, Amir. 2009. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Kencana Predana Media. Jakarta.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1974 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 Perubahan Atas Pertaturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Pegawai Negeri Sipil.
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam.